CONTOH CERPEN ANAK SHOLEH

AKU AKAN  MENJADI ANAK YANG BERBAKTI
      Pagi buta menyapa, nyanyian burung dan kokokan ayampun terdengar, kini adzanpun
telah memanggil , aku lekas mengambil air tuk mensucikan diri ini, yang akan menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa, setelah membersihkan diri ini yang kotor spontan aku mengerjakan tugas wajibku sebagai seorang muslimah, kini matahari telah menyongsongkan cahayanya yang indah, lantas akupun berkemas-kemas tuk berangkat kesekolah, ”Umi, Aisyah pergi dulu ya..!!” kataku. “Sarapan dulu syah udah Umi siapin di meja makan”,tutur Umi lembut. Yah itulah umi,berwatak lembut dan santun. Memang aku terlahirkan dari keluarga sederhana dan kecil. Namun, bagiku ini sudahlah cukup karena melihat perjuangan Umi dan Abi membesarkanku penuh perjuangan serta di iringi  dengan Akidah dan Syari’at islam. Kini aku telah berstatus yatim setelah Abi meninggal sewaktu aku masih kecil. Ia meninggal di karenakan tertembak oleh seorang penjahat sepulang membelikan kalung cantik untukku yang bertuliskan “AISYAH”, yah mungkin ini kenang-kenagan terakhir dari Abi semasa hidupnya. Yang lebih membuatku sedih setelah ditinggalkan oleh Abi, Umi bekerja keras sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pendidikanku, serta mendidik aku supaya menjadi anak yang berguna. Tak tega rasanya melihat Umi menyusuri jalanan yang panas dan berdebu untuk menjajakan gorengan. Sesekali aku ingin membantu Umi untuk menggantikannya berdagang, namun aku dilarang. Kata Umi,dia tak tega melihat anak kesayangannya ini berpanas-panasan. Tidak sampai di situ saja akupun berinisiatif untuk menjual koran di pinggir jalan atau mencari barang-barang bekas yang dapat di jual kembali dan hasilnya akan aku berikan pada Umi.
       Tepat jam tujuh aku sampai di sekolah dan langsung masuk kedalam kelas untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya. ”Syah, tolong bawakan buku ini ketempat meja Ibu di kantor, Ibu mau pergi ke kelas atas  dulu”, suruh Bu Yeni.  “Iya Bu…”, jawabku. Akupun segera menempatkan buku-buku tadi ke meja Bu Yeni. Bel berbunyi waktunya istirahat, seperti biasanya aku pergi ke perpustakaan sekolah, lain dari teman-teman, bagiku istirahat bukanlah  waktu untuk menghabiskan uang, namun jam istirahat adalah waktu di mana aku harus berhemat. Bukannya aku tak di beri uang jajan dari Umi, namun uang dengan nominal Rp 10.000 bagi ku sudah cukup lumayan, sebab jika uang ini aku kumpulkan bisa untuk memenui kebutuhanku. Waktu istirahat aku habiskan di perpustakaan untuk membaca buku sembari menunggu bel masuk.
     Tak terasa sudah selesai pembelajaran di sekolah hari ini. Aku segera bergegas pulang. Sesampainya di rumah, akupun langsung mengerjakan kewajibanku sebagai seorang muslim. “Syah kalau udah selesai sholat, makan siang dulu!!!.”, suruh umi. “Iya mi, sebentar…”,sahutku. Setelah makan siang aku membantu Umi membersihkan rumah, sungguh tak tega melihat umi mengerjakan pekerjaan rumah sendiri setelah bekerja seharian. “Sudahlah Nak biar umi saja”, larangnya. “Tidak apa-apa mi, lagian umi kan capek udah bekerja seharian.” ,jawabku. “Umi tidak capek kok Syah”, kata Umi. “Tidak apa-apa mi biar Aisyah saja sekarang Umi istirahat dulu pokoknya pekerjaan rumah ditanggung beres, ok…”, sahutku. Setelah selesai membereskan rumah akupun lantas belajar, bagiku memanfaatkan waktu untuk belajar adalah hal yang sangat bermanfaat. “Syah boleh umi bicara sebentar sama kamu?”, tanya Umi tiba-tiba. Dengan penuh rasa penasaran akupun menjawab, “Mau bicara apa Mi, silahkan”. Umi melanjutkan pertanyaannya, “Bagaimana prestasimu di sekolah selama ini ??.” “Alkhamdulillah Mi,masih bisa Aisyah pertahankan dan tidak ada masalah …!!”,jawabku. “Syukur Al khamdulillah, terus gimana beasiswamu..??”,sambung Umi. “InsyaAllah masih, doakan saja Mi.”,sahutku. “Syah ibu takut seandainya nanti setelah ini umi tak bisa menyekolahkan kamu.”,katanya pilu. “Tidak apa-apa Mi, Aisyah rela jika tidak  bersekolah lagi dan Aisyah akan bekerja untuk membantu Umi supaya Umi tidak bersusah payah lagi untuk bekerja.”,jawabku sembari mencium kening Umi. “Memang kau anak yang baik dan berbakti pada orangtua.”, Umipun memelukku dengan erat. Keesokanya harinya akupun berangkat ke sekolahan “Umi isyah mau pergi.” Kataku terburu-buru “sebentar sya tunggu umi.” Jawabnya “Ada apaya Mi…?” sahutku “ini uang saku untukmu.” Katanya “Tidak mi, tidak apa bagiku, kebutuhan rumah lebih penting dari pada kebutuhanku yang tak tau apa manfaatnya.” Jawabku sungguh tak terbayangkan olehku kami akan bernasib seperti ini, sungguh tak tega rasanya melihat Umi berjuang sendirian merawatku dan membesarkanku dengan tetesan keringat yang rasanya tak henti-henti surut, mungkin ini adalah suratan dari ilahi yang di kirim kepada kami, tapi aku berkeyakinan bahwa nanti pada waktunya kami kan mendapatkan balasan setimpal dari sang tuhan Amin. Sesampainya di sekolah ibu ayuk memanggilku “Aisyah tunggu sebentar!!” akupun menoleh kebelakang “Iya Bu ada apaya..?” jawabku penasaran “Tidak apa Ibu Cuma mau bicara sedikit kepadamu.” Tuturnya “oh..silahkan” “Begini, syah kenapa akhir-akhir ini nilaimu menurun, apa ada masalah??” tanyanya “Tidak bu, saya tak memiliki masalah .” jawabku tegas “Ibu hanya menyarankan, tingkatkan belajarmu sebab, andainya nilaimu masih seperti ini beasiswamu akan kami tarik kembali.” Sambungnya “baikbu terimakasih.” Kamipun berjalan bersama menuju kelas, bel pulang berbuyi (teng). Hari ini aku berniat untuk membelikan umi mukana baru dan jilbab, soalnya akhir-akhir ini aku tak pernah membelikan Umi sesuwatu, sehabis dari pasar akupun langsung pulang kerumah. Namun tak seperti biasanya suasana rumah berubah tak ada suara percikan air , tak ada suara masakan, serasa seisi rumah sepi dan sunyi. Akupun di buat kaget oleh umi “Umi..ada apa mi, kenapa umi menangis??” umi hanya diam saja “jawab mi jangan buat isyah sedih..” tanyaku lagi “Syah umi mau bicara, Isyahkan sudah besar Isyah udah bis menentukan pilihn Isyah sendiri.” Jawabnya singkat “ Maksud Umi apa??” tanyaku penasaran “Maafkan Umi Sya, Umi tak bermaksud.” Jawabnya sembari menangis “Maksud Umi apa?? Isyah sungguh tak mengerti.” Sambungku “Isyah bukan anak Abi dan Umi, Syah..maafkan umi baru mengatakanya !!” jawabnya sedih “Umi….” (Dengan meneteskan air mata) tak pernah terbayangkan sungguh Umi akan berkata seperti itu,”Sekarang Isyah bagaimana, Isyah boleh ikut orang tua kandung Isyah atau ikut umi, sungguh Syah Umi rela.” Jawabnya sedih, berat memang ujian ini aku tak tau bagaimana yang harus aku lakukan “Sudah Syah kau pergi saja ke Aceh, Umi rela di sini sendiri.” Katanya “sudah Mi aku rela jika Isyah di sini.” Dari kejadin kemaren aku tak tau apa yang harus lakukan. 
     Keesokan harinya, “Syah sudahlah jangan takut Umi sedih, sungguh Umi ikhlas.” Tanyanya “sungguh Mi..?” tanyaku “Iya Syah kau boleh berkemas- kemas sekarang ini alamat orang tuamu.” Sembari memberikan kertas kecil berisikan alamat, sungguh berat rasanya aku pergi melangkahkan diri jauh meninggalkan Umi. “Mi doakan Isyah supaya selamat sampai tujuan.” Tuturku berharap “Iya Syah pasti Umi doakan.” Umi pun memelukku dan mencium keningku serasa jiwa ini tak bisa terpisahkan “Assalamualaikum..” “Walaikum salam, hati-hati Syah!!” jawab Umi dengan menahan kesedihanya. Sesampainya  di bandara lantas aku membeli tiket pesawat menuju NAD (Nangroe Aceh Darussalam). Empat jam berlalu, akupun sampai di alamat yang dituju “Assalamualikum..” sapaku “ Walaikum salam sebentar.” Dibukakan lah pintu “ Walaikum salam , Rani..??” akupun bingung menjawabnya “Oh Rani anakku, apakabar Ibu sangat merindukanmu” kata Ibu sepemilik rumah , akupun di persilahkan masuk dan di perkenalkan dengan keluarga baruku,”Rani ini Nina adikmu,dan ini Ayah.” Katanaya akupun hanya tersenyum, lantas akupun bercerita pengalamanku sewaktu bersama Abi dan Umi, “Rani kau tinggal di sinilah saja nanti Ayah sekolahkanmu disini.” Tutur Ayah, aku tersenyum memberikan isyarat bahwa aku menerima. Dua tahun berlalu  Sekarang aku bersekolah di UIA aceh, sungguh senang aku disini mereka sangat berbaik hati denganku seperti sikap yang selama ini yang aku terima dari Umi, “Ah.. aku teringat akan sosok Umi, Sedang apakah Umi disana?” kataku di hati, akupun ada niatan untuk kembali pergi ke rumah Umi, akupun meminta ijin pada Ibu dan Ayah “Bu bolehkah aku menengok Umi di jawa?” tanyaku sinis “Boleh, kapan?” jawab mereka “kalau boleh besok” jawabku “Baik besok ayah mengantar sampai kebandara sekarang tidurlah saja.” Jawab ayah.  Lantas pergi ke kamar untuk berkemas-kemas dan tidur. Keesokan harinya waktu masih buta aku dan ayah pergi kebandara untuk mengantarkanku, “sudah,Sya sampaikan salam Ayah untuk Umimu disana.” Pesan ayah “Baik yah terima kasih, Assalamualaikum.” jawabku “Waalaikum salam .” akupun masuk kedalam pesawat, empat jam berlalu inilah detik-detik yang menegangkan, sebentar lagi aku akan bertemu dengan Umi kembali, kulangkahkan kaki ini di depan pintu kebahagiaan yang telah lama hilang “Assalamualaikum umi..” namun tak ada sahutan dari Umi akupun berulang-ulang memanggil Umi namun tetap tak ada sahutan seakan akan tak ada tanda kehidupan, karena hatiku yg tak sabar akupun lantas masuk saja tapi apa yang terjadi…Umi tergeletak lemas di kursi sambil membawa surat akupun menyadarkan Umi namun Umi tak tersadar-sadar akupun lantas memanggil orang-orang di sekitar rumah Umi “Bu Aminah..” kata ustad Sholeh “Innalillahi..” “apa… Umi..jangan tinggalkan Isyah Mi, jangan Isyah masih butuh umi.” Kataku sedih. Satu minggu telah berlalu akupun masih tak percaya Umi sudah pergi menemani Abi, akupun teringat akan surat Umi akupun membacanya,
TERUNTUK AISYAH
Assalamualaikum, Syah mungkin kalau  Isyah membaca surat ini Umi telah tiada, Umi hanya mau meminta maaf kalau seandainya selama kamu bersama umi kamu di buat repot, Umi senang Aisyah sekarang udah bahagia, dan senang bersama orang tua kandung Aisyah, Umi berpesan jadilah anak yang bisa membanggakan orangtua dan berbaktilah kepada orang tuamu sebagaimana kamu kepada Umi dan Abi.
Wassalamualaikum.
Tertanda UMI
“Umi..alangkah indahnya keperginmu ini, Aku berjanji akan menjadi apa yang Umi mau,Walaupun Umi telah tiada.” Tuturku untuk kepergian Umi.
Pesan: “Apa gunanya Anak, bila untuk membuat Orang Tua kecewa!!.”
             kalau bukan kita siapa lagi??
             Kalau bukan anak siapa lagi??
             Hanya kebanggaan atau kekecewaan !! kalianlah sendiri yang memilih sendiri.
By : Trikumala Dewi
Aktifis MTs NU Al Syairiyah Limpung


MTs NU Al Syairiyah Limpung

2 komentar untuk “CONTOH CERPEN ANAK SHOLEH”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *